Jumat, 02 Januari 2015

Laporan Keanekaragaman Jenis Dalam Komunitas

LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI UMUM

PERCOBAAN X
KEANEKARAGAMAN JENIS DALAM KOMUNITAS

NAMA                       : FITRI HANDAYANI
NIM                            : H41111901
KELOMPOK            : IV A
HARI/TANGGAL    : SABTU / 21 APRIL 2012
ASISTEN                   : GABY MAULIDA NURDIN
                                      AHMAD ASHAR ABBAS

 








LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar  Belakang

                Semua makhluk hidup memiliki beberapa sifat yang sama sehingg mereka dikatakan hidup. Kesamaan sifat makhluk hidup tersebut adalah bernapas, memerlukan makanan, mengeluarkan zat sisa, bergerak, tumbuh, berkembang biak, beradaptasi, dan memiliki bahan genetik. Selain kesamaan (keberagaman) tersebut, berbagai makhluk hidup juga memiliki perbedaan (beraneka ragam) (Widayati, 2009).
Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam komunitas berdasarkan organisasi bilogisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies sama dan hampir sama. Sebaliknya jka suatu komunitas disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah (Umar, 2012).
            Para ahli ekologi bersepakat bahwa konsep keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk mengukur stabilitas suatu komunitas. Ada beberapa metode kuantitatif untuk mengukur keanekaragaman jenis komunitas antara lain yang banyak sekarang dipakai adalah Indeks Simpson dan Indeks Shannon-Wiener (Umar, 2012).
            Oleh karena itu, untuk mengetahui keanekaragaman jenis suatu komunitas dengan berdasarkan indeks Simpson dan indeks Shannon-Wiener dan melatih keterampilan mahasiswa menerapkan teknik-teknik sampling organisme dan rumus-rumus sederhana dalam menghitung keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas, maka percobaan ini dilakukan.
I.2. Tujuan Percobaan
            Tujuan pada percobaan ini adalah:
1.      Untuk mengetahui dan menentukan keanekaragaman jenis suatu komunitas dengan berdasarkan pada Indeks Simpson dan Indeks-Wiener.
2.      Untuk melatih keterampilan mahasiswa dalam menerapkan teknik-teknik sampling organisme dan rumus-rumus sederhana dalam menghitung keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas
I.3. Waktu dan Tempat Percobaan
            Percobaan mengenai Keanekaragaman Jenis dalam Komunitas ini  dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 21 April 2012, pukul 09.00-14.00 WITA, yang bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar. Dan pengambilan sampel dilakukan di Area Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Tanaman dan hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat membentuk kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungannya yang memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat pula kerukunan untuk hidup bersama, toleransi kebersamaan dan hubungan timbal balik yang menguntungkan sehingga dalam kumpulan ini terbentuk suatu derajat keterpaduan. Kumpulan atau susunan dari berbagai populasi yang tekah menyesuaikan diri dan menghuni suatu wilayah tertentu di alam disebut komunitas. Dan seperti halnya populasi dan jasad hidup lain yang membentuknya, kounitas pun mempunyai struktur dan fungsi di alam bahkan dengan derajat organisme yang lebih tinggi, karena mempunyai ciri, sifat, dan kemampuan yang lebih tinggi daripada populasi. Misalnya dalam populasi interaksi hanya bisa dicapai antar individu, sedangkan dalam komunitas bisa antar populasi (Odum, 1993).
            Konsep komunitas cukup jelas, tetapi seringkali dalam penentuan batas dan pengenalan batas komunitas tidak mudah. Meskipun demikian, komponen-komponen komunitas ini mempunyai kemampuan untuk hidup dalam lingkungan yang sama di suatu tempat dan untuk hidup saling bergantung yang satu terhadap yang lain. Komunitas mempunyai derajat keterpaduan yang lebih tinggi dari pada individu-individu dan populasi tumbuhan dan hewan yang menyusunnya. Komposisi suatu komunitas ditentukan oleh seleksi tumbuhan dan hewan yang kebetulan mencapai dan mampu hidup di tempat tersebut, dan kegiatan komunitas-komunitas ini bergantung pada penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi yang ada di tempat tersebut (Odum, 1993).
Ketika kita mengamati berbagai jenis makhluk hidup (manusia, hewan, tumbuhan, protista, fungi, virus, maupun organisme prokariotik), kalian akan menemukan adanya sifat-sifat yang beraneka ragam. Keanekaragaman tersebut tidak hanya terdapat antarkelompok atau antarjenis, tetapi juga antarindividu dalam satu spesies. Pada ayam, misalnya, kita mengenal berbagai jenis ayam, yaitu ayam kampung, ayam kate, dan ayam hutan. Ketiga jenis ayam tersebut memiliki perbedaan tertentu. Selain itu, di antara individu dari jenis ayam yang sama, ayam kampung misalnya, juga memiliki beberapa sifat yang tidak sama, mungkin bulunya ada yang berwarna polos dan ada pula yang berbintik-bintik (blorok). Ini menunjukkan bahwa tidak ada makhluk hidup yang sama persis, bahkan anak kembar pun antara satu dengan yang lain memiliki ciri tertentu yang membedakannya. Sifat-sifat tersebut menunjukkan adanya keanekaragaman hayati (Widayati, 2009).
 Keanekargaman hayati adalah total keseluruhan gen, spesies dan ekosistem dalam suatu daerah. Kekayaan kehidupan  bumi yang ada sekarang ini merupakan hasil proses evolusi berjuta-juta tahun. Melewati masa tersebut, kebudayaan manusia telah berkembang dan telah menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat dengan menemukan, menggunakan dan merubah keanekaragaman hayati di sekitarnya. Banyak areal-areal yang sekarang nampak alamiah (natural) sebenarnya merupakan hasil dari ribuan tahun kebudayaan manuasia, budidaya tanaman serta pemungutan hasil alam. Pemeliharaan dan pemuliaan varietas lokal juga lebih jauh telah membentuk keanekaragaman hayati(Effendi, 2011).
Pada dasarnya keanekaragaman hayati dapat dikelompokkan kedalam tiga katagori (Effendi, 2011).
1.      Keanekargaman gen (genetic diversity)
Keanekaragaman gen menunjukkan kepada variasi gen dalam suatu spesies, yaitu perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam suatu spesies yang sama, misalnya keragaman gen yang terdapat pada ratusan varietas tradisional padi India. Sampai sekarang, tolok ukur keanekaragaman hayati telah dipakai terutama untuk memelihara spesies dan populasi pada kebun-kebun botani, disamping itu juga dipakai untuk spesies-spesies liar di alam.
2.      Keanekaragaman spesies (spesies diversity)
Keanekaragaman spesies menunjukkan kepada keragaman spesies dalam suatu daerah. Keragaman seperti ini dapat diukur dengan banyak cara, para ilmuan tidak membuat suatu tolok ukur tunggal. Jumlah spesies dalam suatu daerah sering digunakan sebagai tolok ukurnya, namun tolok ukur yang lebih tepat adalah keanekaraman secara taksonomi (taxonomic diversity) yang mempertimbangkan hubungan antar spesies dalam suatu daerah.
3.      Keanekaragaman ekosistem (ecosystem diversity)
Keanekaragaman ekosistem meliputi total keseluruhan keanekaragaman spesies maupun keanekaragaman gen yang terdapat pada daerah yang tergabung dalam suatu ekosistem tertentu. Keanekaragaman ekosistem dapat diukur dari jumlah spesies, distribusi dan bentuk interaksi di dalam komunitas ataupun ekosistem secara nasional maupun daerah tertentu suatu negara. Beberapa usaha juga telah mencoba membuat klasifikasi keanekaragaman ekosistem secara global, seperti keanekaragaman ekosistem daerah tropis.
Perbedaan ciri antarindividu berbeda spesies menunjukkan adanya keanekaragaman jenis. Perbedaan ciri pada individu berbeda spesies lebih mudah dikenali daripada perbedaan ciri antarindividu dalam satu spesies. Perbedaan bentuk, penampilan, dan sifat yang terdapat pada individu-individu yang berbeda jenis menunjukkan adanya keanekaragaman jenis. Perbedaan ciri-ciri antarindividu berbeda spesies akan lebih mudah kita kenali daripada perbedaan antarindividu dalam satu spesies. Perbedaan bentuk, penampilan, dan sifat juga dapat ditemukan pada kelapa, pinang, sawit. Coba kalian cari perbedaan ciri ketiga jenis tumbuhan tersebut. Keanekaragaman jenis juga terdapat pada mikrorganisme, seperti pada Rhizopus sp dan Saccharomyces sp. Rhizopus sp tubuhnya berupa benang-benang hifa tidak bersekat, multiseluler, menghasilkan zigospora sebagai spora seksual. Adapun Saccharomyces sp merupakan jamur tanpa hifa, uniseluler, berkembang biak dengan membentuk tunas (Subardi, 2009).
Enam faktor yang menentukan perubahan keanekaragaman jenis organisme dalam satu ekosistem yaitu (Krebs, 1985) :
1.      Waktu
Selama kurun waktu geologis akan terjadi perubahan keadaan lingkungan, yang mengakibatkan banyak individu yang tidak dapat mempertahankan kehidupannya, tetapi ada juga kelompok-kelompok individu yang mampu bertahan hidup terus dalam waktu relatif lama sebagai hasil proses evolusi. Evolusi dapat diartikan sebagai proses yang menyebabkan terjadinya perubahan sifat populasi spesies dari waktu ke waktu berikutnya. Semakin lama waktu berlangsung berarti makin banyak kesempatan bagi spesies organisme untuk beradaptasi dengan sumberdaya lingkungan setempat bahkan kemudian mengalami spesialisasi dan pemencaran yang pada akhirnya mempengaruhi perubahan keanekaragaman hayati.
Komunitas yang lebih tua, dan yang telah lama berkembang akan memiliki lebih banyak jenis jasad hidup daripada komunitas muda sehingga tingkat keanekaragaman hayatinya juga akan lebih tinggi. Meskipun demikian, faktor waktu tidak dapat berfungsi sendiri, tetapi hanya akan berfungsi melalui satu atau lebih faktor lain dalam mempengaruhi keanekaragaman hayati.
2.      Heterogenitas Ruang
Heterogenitas ruanag umunya terdapat dalam lingkungan yang rumit. Lingkungan yang heterogen dan rumit memiliki daya dukung lebih besar tehadap keanekaragaman organisme yang ada di dalamnya. Heterogenitas tipografik dan mikrohabitat tampaknya lebih dulu berpengaruh pada banyaknya spesies tumbuhan (vegetasi) yang bisa berkembang di dalamnya. Diversitas vegetasi ini yang memungkinkan berkembangnya keanekaragaman herbivore maupun komponen-komponen trofik berikutnya. Di daerah tropik keanekaragaman spesies tumbuhan lebih tinggi daripada di subtropik, sehingga mempunyai daya dukung yang besar terhadap keanekaragaman spesies herbivora dan karnivora serta menyediakan relung yang lebih banyak untuk didiami organisme.
3.      Persaingan
Persaingan (kompetisi) dalam suatu komunitas dapat dikelompokkan menjadi dua jika dilihat dari asalnya yakni persaingan yang berasal dari dalam populasi jenis itu sediri yang disebut intraspesifik dan persaingan yang berasal dari luar populasi tersebut yang disebut ekstraspesifik. Proses persaingan merupakan bagian dari ko-evolusi spesies, karena strategi spesies dalam persaingan merupakan arah seleksi spesies yang menentukan keberhasilan spesies tersebut dalam mempertahankan suatu tingkat kerapatan populasi tertentu dalam lingkungan hidupnya.
Di daerah subtropik seleksi alam lebih banyak ditentukan oleh kondisi lingkungan fisik yang ekstrim, sedangkan di daerah tropik faktor utama yang mengendalikan seleksi alam adalah persaingan antar komponen biologik. Tajamnya kompetisi di daerah tropik telah memaksa spesies-spesies organisme yang hidup di dalamnya untuk memiliki daya adaptasi yang tinggi.
4.      Pemangsaan
Keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas sangat dipengaruhi oleh hubungan fungsional tingkat tropik atau pemangsaan. Pemangsaan dan persaingan saling menunjang dalam mempengaruhi kenaekaragaman spesies. Pemangsaan besar pengaruhnya terhadap keanekaragaman spesies-spesies yang dimangsa sedang fluktuasi keanekaragaman jenis pemangsa lebih banyak dipengaruhi oleh faktor persaingan. Efesiensi pemangsaan berpengaruh langsung terhadap keanekaragaman jenis dengan mempertahankan monopolisasi syarat-syarat lingkungan utama oleh suatu jenis. Sedangkan efesiensi pemangsaan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain frekuensi makan, selera pemangsa terhadap rasa mangsa, kerapatan mangsa, kualitas makanan dan adanya inang alternative.
Kondisi daerah tropik memungkinkan keberadaan hewan pemangsa dan parasit dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan di subtropik, dan aktivitasnya menekan populasi inang. Turunnya populasi inang membuat kompetisi antar sesama inang menjadi lebih longgar. Pada kondisi ini sangat mungkin terjadi pertambahan jenis inang yang lain, dan kemudian sekaligus menyebabkan bertambahnya jenis pemangsa dan parasit di dalam ekosistem tersebut.
5.      Stabilitas Lingkungan
Komunitas sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya (radiasi matahari, curah hujan, suhu, kelembaban, salinitas, pH) yang secara bersama-sama membentuk ekosistem. Komunitas di dalam lingkungan fisik yang relatif stabil seperti pada hutan tropik mempunyai keanekaragaman jenis yang lebih tinggi daripada komunitas yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik yang tidak stabil atau sering mengalami gangguan musiman secara periodic.
Lingkungan yang stabil lebih menjamin keberhasilan adaptasi suatu organisme dan lebih memungkinkan berlangsungnya evolusi daripada lingkungan yang berubah-ubah (tidak stabil) sehingga evolusi tersebut menyebabkan antara lain menyempitnya relung spesies sehingga suatu habitat dapat ditempati jasad hidup yang lebih beranekaragam.
6.      Produktivitas
Produktivitas atau arus energi dapat mempengaruhi keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas karena makin besar produktivitas suatu ekosistem maka semakin tinggi keanekaragaman jenis suatu organisme, jika keadaan semua faktor lain sama. Tingkat produktivitas suatu ekosistem dipengaruhi oleh letak lintang geografis dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Ekosistem di daerah tropik mempunyai tingkat produktivitas tinggi, dan kian menurun ke arah kutub. Begitu pula ekosistem di dataran rendah akan mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi dan semakin menurun ke arah dataran tinggi. Hal ini dikarenakan di daerah tropik dan dataran rendah mempunyai iklim yang relatif lebih stabil sehingga hanya relatif sedikit energi yang dialokasikan untuk proses pengaturan keseimbangan. Sebaliknya cukup banyak energi yang dapat digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Dengan demikian populasi maupun jenis organisme di daerah tropik bertambah lebih cepat.
Masa pertumbuhan yang lebih di daerah tropik menghasilkan komponen spesies yang terbagi dalam ruang dan waktu di ekosistem, sehingga memungkinkan keanekaragaman jenis yang lebih banyak. Keanekaragaman ekosistem mempunyai arti yang sangat penting baik sebagai sumberdaya maupun dalam hal pemeliharaan ekosistem. Keadaan ekosistem yang stabil terjadi jika kepadatan populasi organisme-organisme selalu cenderung menuju ke arah keseimbangannya masing-masing setelah ada gangguan (perubahan iklim yang ekstrim maupun perubahan rekayasa manusia) yang telah mengenai populasi tersebut. Pada ekosistem yang seimbang tidak ada satu jenis organisme yang menjadi dominan dan populasinya menonjol dibandingkan dengan populasi organisme yang lain.
Keanekaragaman hayati dipandang sebagai faktor penentu stabilitas ekosistem. Ekosistem yang stabil terjadi jika kepadatan populasi dari organisme yang ada selalu cenderung menuju ke arah keseimbangan masing-masing setelah adanya gangguan. Tingkat keragaman dicirikan dengan adanya jumlah spesies yang ditemukan dalam suatu lahan. Komunitas dan keragaman yang tinggi, suatu spesies tidak akan menjadi dominan dan sebaliknya, komunitas dengan keragaman rendah akan menyebabkan satu atau dua spesies menjadi dominan. Keragaman dan dominansi berkorelasi negatif, artinya apabila tingkat keragaman tinggi maka tingkat dominansi suatu jenis adalah rendah.
Keanekaragaman hayati berkembang dari keanekaragaman tingkat gen, keanekaragaman tingkat jenis dan keanekaragaman tingkat ekosistem. Keanekaragaman hayati perlu dilestarikan karena didalamnya terdapat sejumlah spesies asli sebagai bahan mentah perakitan varietas-varietas unggul. Kelestarian keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem akan terganggu bila ada komponen-komponennya yang mengalami gangguan. Gangguan-gangguan terhadap komponen-komponen ekosistem tersebut dapat menimbulkan perubahan pada tatanan ekosistemnya. Besar atau kecilnya gangguan terhadap ekosistem dapat merubah wujud ekosistem secara perlahan-lahan atau secara cepat pula (Irwanto, 2011).





















BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah meteran, patok, plot ukuran 30 cm x 30 cm dan alat tulis-menulis.
III.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah areal yang akan diamati, dan tali rafia.
III.3. Cara Kerja
Cara kerja pada percobaan ini adalah :
A.    Pengambilan Sampling dengan Metode Plot Acak Berganda :
1.      Dipilih areal komunitas yang akan diamati, kemudian setiap kelompok memilih tempat yang berbeda sebagai titik awal pengamatan.
2.      Ditentukan ukuran plot yang akan digunakan yaitu 30 cm x 30 cm.
3.      Kemudian Plot disebar pada area pengamatan secara acak dan setiap pengambilan satu kali sampling dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali replikat.
4.      Dihitung semua jumlah individu jenis (khusus tumbuhan) pada petak sampel tersebut.
5.      Kemudian, data yang diperoleh dicatat per petak, untuk selanjutnya dilakukan perhitungan indeks dominansi (Indeks Simpson), keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas, dan indeks Shannon-Wiener.
B.     Pengambilan Sampling dengan Metode Plot Sistematis Berganda :
1.      Dipilih areal komunitas yang akan diamati, kemudian setiap kelompok memilih tempat yang berbeda sebagai titik awal pengamatan.
2.      Ditentukan ukuran plot yang akan digunakan yaitu 30 cm x 30 cm.
3.      Kemudian Plot disebar pada area pengamatan secara sistematis (teratur) dan setiap pengambilan satu kali sampling dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali replikat.
4.      Dihitung semua jumlah individu jenis (khusus tumbuhan) pada petak sampel tersebut.
5.      Kemudian, data yang diperoleh dicatat per petak, untuk selanjutnya dilakukan perhitungan indeks dominansi (Indeks Simpson), keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas, dan indeks Shannon-Wiener.
C.     Pengambilan Sampling dengan Metode Line Transek :
1.      Dipilih areal komunitas yang akan diamati, kemudian setiap kelompok memilih tempat yang berbeda sebagai titik awal pengamatan.
2.      Ditentukan 2 titik sebagai pusat garis transek, tandai titik dengan patok.
3.      Dibentangkan tali sepanjang garis transek yaitu 10 m dan lebar 1 cm.
4.      Kemudian, dihitung semua jumlah individu jenis (khusus tumbuhan) yang berada di dalam garis yang telah dibuat tadi.
5.      Untuk metode ini dilakukan pengambilan satu kali sampling dengan 1 kali replikat.
6.      Kemudian, data yang diperoleh dicatat per petak, untuk selanjutnya dilakukan perhitungan indeks dominansi (Indeks Simpson), keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas, dan indeks Shannon-Wiener.
D.    Pengambilan Sampling dengan Metode Belt Transek :
1.      Dipilih areal komunitas yang akan diamati, kemudian setiap kelompok memilih tempat yang berbeda sebagai titik awal pengamatan.
2.      Dibuat jalur yang akan diamati, dengan panjang 10 m dan lebar 0,5 m, dan pada transek ini dibuat petak dengan ukuran 1 m x 0,5 m.
3.      Diberi nomor pada setiap petak yaitu 1-10.
4.      Kemudian, dihitung semua jumlah individu jenis (khusus tumbuhan) yang berada di dalam setiap petak.
5.      Untuk metode ini dilakukan pengambilan satu kali sampling dengan satu kali replikat.
6.      Kemudian, data yang diperoleh dicatat per petak, untuk selanjutnya dilakukan perhitungan indeks dominansi (Indeks Simpson), keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas, dan indeks Shannon-Wiener.



DAFTAR PUSTAKA

Effendi, 2011. Klasifikasi Keanekaragaman Hayati. http://wordpress.com/. Diakses pada tanggal 21 April 2012, hari Sabtu, pukul 15.35 WITA, Makassar.

Irwanto, 2011. Keanekaragaman Ekosistem. http://wordpress.com/. Diakses Diakses pada tanggal 21 April 2012, hari Sabtu, pukul 15.50 WITA, Makassar.
Krebs, C.J., 1985. Ecology. The Experimental Analisys of Distribution and Abudance. Third Edition. Harper & Raws Publishers. New York.
Odum, Eugene., 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Subardi, 2009. Biologi Jilid I. CV Usaha Makmur. Jakarta.
Umar, Ruslan., 2012. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Widayati, Sri., 2009. Biologi 3. Pustaka Insan Madani. Jakarta.












BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
IV.1.1 Tabel Hasil Pengamatan dengan Metode Plot Acak
No.
Nama Spesies
Keanekaragaman
Keanekaragaman Relatif
1
A
132
87,41 %
2
B
2
3,92 %
3
C
11
4,76 %
4
D
1
0,66 %
5
E
1
0,66 %
6
F
1
0,66 %
7
G
4
2,64 %

151
100 %

            Keterangan :
            A = Rumput A
            B = Rumput B
            C = Rumput C
            D = Rumput D
            E = Rumput E
            F = Rumput F
            G = Rumput G
IV.1.2 Tabel Hasil Pengamatan dengan Metode Plot Sistematis
No.
Nama Spesies
Keanekaragaman
Keanekaragaman Relatif
1
A
460
88,80 %
2
B
19
3,67 %
3
C
15
2,89 %
4
D
16
3,09 %
5
E
1
0,19 %
6
F
7
1,35 %
-
518
99,99 %
            Keterangan :
            A  = rumput A
            B  =  rumput B
            C  = rumput C
            D  = rumput D
            E  = rumput E
            F  = rumput F
IV.1.3 Tabel Hasil Pengamatan dengan Metode Line Transek
No.
Nama Spesies
Keanekaragaman
Keanekaragaman Relatif
1
A
-
-
2
B
1
4,76 %
3
C
1
4,76 %
4
D
-
-
5
E
-
-
6
F
2
9,52 %
7
G
2
9,52 %
8
H
1
4,76 %
9
I
14
66,67 %
10
J
-
-
11
K
-
-
-
21
99,72 %
Keterangan :
            A = Semak A
            B = Semak B
            C = Semak C
            D = Semak D
            E = Semak E
            F = Semak F
            G = Semak G
            H = Semak H
            I  = Rumput A
            J  = Rumput B
            K = Pohon A



IV.1.4 Tabel Hasil Pengamatan dengan Metode Belt Transek
No.
Nama Spesies
Keanekaragaman
Keanekaragaman Relatif
1
A
6
6,12 %
2
B
4
4,08 %
3
C
10
10,21 %
4
D
1
1,021 %
5
E
1
1,021 %
6
F
1
1,021 %
7
G
-

8
H
-

9
I
59
60,20 %
10
J
15
15,31 %
11
K
1
1,021 %
-
98
100 %
Keterangan :
            A = Semak A                                      G = Semak G
            B = Semak B                                       H = Semak H
            C = Semak C                                       I = Rumput A
            D = Semak D                                      J = Rumput B
            E = Semak E                                       K = Pohon A
            F = Semak F                                       


IV.2 Analisis Data
IV.2.1 Metode Plot Acak Berganda
A.    Dominansi jenis dalam suatu komunitas (  )
B.     Keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas
 (Rendah)
C.     Indeks Shannon-Wiener (H)
 
  
 (Rendah)




IV.2.2 Metode Plot Sistematis Berganda
A.    Dominansi jenis dalam suatu komunitas (  )
B.     Keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas
 (Rendah)
C.     Indeks Shannon-Wiener (H)
 
  
 (Rendah)






IV.2.3 Metode Line Transek
A.    Dominansi jenis dalam suatu komunitas (  )
B.     Keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas
 (Sedang)
C.     Indeks Shannon-Wiener (H)
 
 (Rendah)





IV.2.4 Metode Belt Transek
A.    Dominansi jenis dalam suatu komunitas (  )
B.     Keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas
 (Sedang)
C.     Indeks Shannon-Wiener (H)
 
 (Rendah)





IV.2 Pembahasan
            Percobaan kali ini mengenai Keanekaragaman Jenis dalam Komunitas untuk mengetahui bagaimana keanekaragaman jenis dalam komunitas dengan menggunakan Indeks Simpson dan Indeks Shannon Wiener, serta melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan dan menerapkan teknik-teknik sampling organisme dan rumus-rumus sederhana dalam menghitung keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas. Untuk percobaan ini, pengamatan dititikberatkan pada tumbuhan denan menggunakan empat metode sampling yaitu metode plot acak berganda, plot sistematis berganda, metode line transek, dan belt transek.
            Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, yang pertama dengan menggunakan metode plot acak berganda dominansi jenis dalam suatu komunitas yang diperoleh adalah 0,77; keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dengan menggunakan Indeks Simpson adalah 0,23 yang termasuk dalam kriteria dominansi rendah, dan keanekaragaman jenis menggunakan Indeks Shannon Wiener adalah 0,233 yang termasuk kedalam genera atau spesies rendah dengan kestabilan komunitas.
            Metode yang kedua, dengan menggunakan metode plot sistematis berganda dominansi jenis dalam suatu komunitas yang diperoleh adalah 0,79; keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dengan menggunakan Indeks Simpson adalah 0,21 yang termasuk dalam kriteria dominansi rendah, dan keanekaragaman jenis menggunakan Indeks Shannon Wiener adalah 0,194 yang termasuk kedalam genera atau spesies rendah dengan kestabilan komunitas.
Metode yang ketiga, dengan menggunakan metode line transek dominansi jenis dalam suatu komunitas yang diperoleh adalah 0,44; keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dengan menggunakan Indeks Simpson adalah 0,54 yang termasuk dalam kriteria dominansi sedang, dan keanekaragaman jenis menggunakan Indeks Shannon Wiener adalah 0,494 yang termasuk kedalam genera atau spesies rendah dengan kestabilan komunitas.
Metode terakhir yang digunakan adalah menggunakan metode belt transek dominansi jenis dalam suatu komunitas yang diperoleh adalah 0,39; keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dengan menggunakan Indeks Simpson adalah 0,61 yang termasuk dalam kriteria dominansi sedang, dan keanekaragaman jenis menggunakan Indeks Shannon Wiener adalah 0,596 yang termasuk kedalam genera atau spesies rendah dengan kestabilan komunitas.
            Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan dominansi tumbuhan (organisme) dalam suatu komunitas yang berdampak pada tingkat keanekaragamannya, diantaranya adanya gangguan biotik ataupun tingkat suksesi dan kestabilan komunitas tersebut. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies  (jenis) dengan kelimpahan spesies sama dan hampir sama.
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, nampak bahwa suatu komunitas mempunyai keanekaragaman yang tinggi, maka akan mempunyai dominansi yang rendah. Artinya, semakin rendah dominansi maka tingkat keanekaragaman semakin tinggi pada komunitas tersebut.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
            Kesimpulan dari percobaan ini adalah :
1.      Untuk menghitung keanekaragaman jeni dalam suatu komunitas dapat digunakan parameter untuk membandingkan suatu komunitas antara lain menggunakan Indeks Simpson dan Indeks Shannon Wiener. Keanekaragaman jenis dalam komunitas di area Fakultas Pertanian berdasarkan indeks Simpson dengan menggunakan metode plot acak adalah 0,23; metode sistematis 0,21; metode line transek 0,54, dan metode belt transek adalah 0,61. Sedangkan berdasarkan indeks Shannon-Wiener menggunakan metode plot acak adalah 0,233; metode sistematis 0,194; metode line transek 0,494; dan dengan metode belt transek 0,596. Sehingga, dapat diketahui bahwa tingkat keanekaragaman jenis (spesies) di area ini masih tergolong rendah.
2.      Untuk mengetahui keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas digunakan beberapa teknik sampling yaitu metode plot acak berganda, metode plot sistematis berganda, metode line transek, dan metode belt transek dengan meakukan perhitungan menggunakan parameter yaitu indeks Simpson dan indeks Shannon-Wiener.
V.2 Saran

            Saran yang dapat saya berikan adalah, sebaiknya praktikum dilaksanakan lebih tepat waktu agar dapat mengefisiensikan praktikum berjalan dengan lancar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar