LAPORAN
PRAKTIKUM
EKOLOGI
UMUM
PERCOBAAN
X
KEANEKARAGAMAN
JENIS DALAM KOMUNITAS
NAMA : FITRI HANDAYANI
NIM : H41111901
KELOMPOK : IV A
HARI/TANGGAL : SABTU / 21 APRIL 2012
ASISTEN : GABY MAULIDA NURDIN
AHMAD ASHAR ABBAS
LABORATORIUM
ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Semua makhluk hidup memiliki
beberapa sifat yang sama sehingg mereka dikatakan hidup. Kesamaan sifat makhluk hidup tersebut
adalah bernapas, memerlukan makanan, mengeluarkan zat sisa, bergerak, tumbuh,
berkembang biak, beradaptasi, dan memiliki bahan genetik. Selain kesamaan
(keberagaman) tersebut, berbagai makhluk hidup juga memiliki perbedaan (beraneka ragam) (Widayati,
2009).
Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam
komunitas berdasarkan organisasi bilogisnya, yang dapat digunakan untuk
menyatakan struktur komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai
keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies
dengan kelimpahan spesies sama dan hampir sama. Sebaliknya jka suatu komunitas
disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya sedikit spesies yang dominan maka
keanekaragaman jenisnya rendah (Umar, 2012).
Para ahli ekologi bersepakat bahwa
konsep keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk mengukur stabilitas suatu
komunitas. Ada beberapa metode kuantitatif untuk mengukur keanekaragaman jenis
komunitas antara lain yang banyak sekarang dipakai adalah Indeks
Simpson dan Indeks Shannon-Wiener (Umar, 2012).
Oleh karena itu, untuk mengetahui
keanekaragaman jenis suatu komunitas dengan berdasarkan indeks Simpson dan
indeks Shannon-Wiener dan melatih keterampilan mahasiswa menerapkan
teknik-teknik sampling organisme dan rumus-rumus sederhana dalam menghitung
keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas, maka percobaan ini dilakukan.
I.2. Tujuan Percobaan
Tujuan
pada percobaan ini adalah:
1. Untuk
mengetahui dan menentukan keanekaragaman jenis suatu komunitas dengan
berdasarkan pada Indeks Simpson dan Indeks-Wiener.
2. Untuk
melatih keterampilan mahasiswa dalam menerapkan teknik-teknik sampling
organisme dan rumus-rumus sederhana dalam menghitung keanekaragaman jenis dalam
suatu komunitas
I.3. Waktu dan Tempat
Percobaan
Percobaan
mengenai Keanekaragaman Jenis dalam Komunitas ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 21 April
2012, pukul 09.00-14.00 WITA, yang bertempat di Laboratorium Biologi Dasar,
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar. Dan pengambilan sampel dilakukan di Area Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Tanaman
dan hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat membentuk
kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungannya yang memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat pula kerukunan untuk hidup
bersama, toleransi kebersamaan dan hubungan timbal balik yang menguntungkan
sehingga dalam kumpulan ini terbentuk suatu derajat keterpaduan. Kumpulan atau
susunan dari berbagai populasi yang tekah menyesuaikan diri dan menghuni suatu
wilayah tertentu di alam disebut komunitas. Dan seperti halnya populasi dan
jasad hidup lain yang membentuknya, kounitas pun mempunyai struktur dan fungsi
di alam bahkan dengan derajat organisme yang lebih tinggi, karena mempunyai
ciri, sifat, dan kemampuan yang lebih tinggi daripada populasi. Misalnya dalam
populasi interaksi hanya bisa dicapai antar individu, sedangkan dalam komunitas
bisa antar populasi (Odum, 1993).
Konsep
komunitas cukup jelas, tetapi seringkali dalam penentuan batas dan pengenalan
batas komunitas tidak mudah. Meskipun demikian, komponen-komponen komunitas ini
mempunyai kemampuan untuk hidup dalam lingkungan yang sama di suatu tempat dan
untuk hidup saling bergantung yang satu terhadap yang lain. Komunitas mempunyai
derajat keterpaduan yang lebih tinggi dari pada individu-individu dan populasi
tumbuhan dan hewan yang menyusunnya. Komposisi suatu komunitas ditentukan oleh
seleksi tumbuhan dan hewan yang kebetulan mencapai dan mampu hidup di tempat
tersebut, dan kegiatan komunitas-komunitas ini bergantung pada penyesuaian diri
setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi yang ada di tempat
tersebut (Odum, 1993).
Ketika
kita mengamati berbagai jenis makhluk hidup (manusia, hewan, tumbuhan,
protista, fungi, virus, maupun organisme prokariotik), kalian akan menemukan
adanya sifat-sifat yang beraneka ragam. Keanekaragaman tersebut tidak hanya
terdapat antarkelompok atau antarjenis, tetapi juga antarindividu dalam satu spesies. Pada
ayam, misalnya, kita mengenal berbagai jenis ayam, yaitu ayam kampung, ayam
kate, dan ayam hutan. Ketiga jenis ayam tersebut memiliki perbedaan tertentu.
Selain itu, di antara individu dari jenis ayam yang sama, ayam kampung
misalnya, juga memiliki beberapa sifat yang tidak sama, mungkin bulunya ada
yang berwarna polos dan ada pula yang berbintik-bintik (blorok). Ini
menunjukkan bahwa tidak ada makhluk hidup yang sama persis, bahkan anak kembar
pun antara satu dengan yang lain memiliki ciri tertentu yang membedakannya.
Sifat-sifat tersebut menunjukkan adanya keanekaragaman hayati (Widayati, 2009).
Keanekargaman hayati adalah total keseluruhan gen,
spesies dan ekosistem dalam suatu daerah. Kekayaan kehidupan bumi yang
ada sekarang ini merupakan hasil proses evolusi berjuta-juta tahun. Melewati
masa tersebut, kebudayaan manusia telah berkembang dan telah menyesuaikan diri
dengan lingkungan setempat dengan menemukan, menggunakan dan merubah
keanekaragaman hayati di sekitarnya. Banyak areal-areal yang sekarang nampak
alamiah (natural) sebenarnya merupakan hasil dari ribuan tahun
kebudayaan manuasia, budidaya tanaman serta pemungutan hasil alam. Pemeliharaan
dan pemuliaan varietas lokal juga lebih jauh telah membentuk keanekaragaman
hayati(Effendi, 2011).
Pada dasarnya keanekaragaman hayati dapat dikelompokkan
kedalam tiga katagori (Effendi, 2011).
1. Keanekargaman gen (genetic
diversity)
Keanekaragaman gen menunjukkan kepada
variasi gen dalam suatu spesies, yaitu perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam
suatu spesies yang sama, misalnya keragaman gen yang terdapat pada ratusan
varietas tradisional padi India. Sampai sekarang, tolok ukur keanekaragaman
hayati telah dipakai terutama untuk memelihara spesies dan populasi pada
kebun-kebun botani, disamping itu juga dipakai untuk spesies-spesies liar di
alam.
2. Keanekaragaman spesies (spesies
diversity)
Keanekaragaman spesies menunjukkan
kepada keragaman spesies dalam suatu daerah. Keragaman seperti ini dapat diukur
dengan banyak cara, para ilmuan tidak membuat suatu tolok ukur tunggal. Jumlah
spesies dalam suatu daerah sering digunakan sebagai tolok ukurnya, namun tolok
ukur yang lebih tepat adalah keanekaraman secara taksonomi (taxonomic
diversity) yang mempertimbangkan hubungan antar spesies dalam suatu daerah.
3. Keanekaragaman ekosistem (ecosystem
diversity)
Keanekaragaman ekosistem meliputi total
keseluruhan keanekaragaman spesies maupun keanekaragaman gen yang terdapat pada
daerah yang tergabung dalam suatu ekosistem tertentu. Keanekaragaman ekosistem
dapat diukur dari jumlah spesies, distribusi dan bentuk interaksi di dalam
komunitas ataupun ekosistem secara nasional maupun daerah tertentu suatu
negara. Beberapa usaha juga telah mencoba membuat klasifikasi keanekaragaman
ekosistem secara global, seperti keanekaragaman ekosistem daerah tropis.
Perbedaan ciri antarindividu
berbeda spesies menunjukkan adanya keanekaragaman jenis. Perbedaan ciri pada individu
berbeda spesies lebih mudah dikenali daripada perbedaan ciri antarindividu
dalam satu spesies. Perbedaan bentuk, penampilan, dan sifat yang terdapat pada
individu-individu yang berbeda jenis menunjukkan adanya keanekaragaman jenis.
Perbedaan ciri-ciri antarindividu berbeda spesies akan lebih mudah kita kenali
daripada perbedaan antarindividu dalam satu spesies. Perbedaan bentuk,
penampilan, dan sifat juga dapat ditemukan pada kelapa, pinang, sawit. Coba
kalian cari perbedaan ciri ketiga jenis tumbuhan tersebut. Keanekaragaman jenis
juga terdapat pada mikrorganisme, seperti pada Rhizopus sp dan Saccharomyces
sp. Rhizopus sp tubuhnya berupa benang-benang hifa tidak
bersekat, multiseluler, menghasilkan zigospora sebagai spora seksual. Adapun Saccharomyces
sp merupakan jamur tanpa hifa, uniseluler, berkembang biak dengan membentuk
tunas (Subardi, 2009).
Enam faktor yang menentukan perubahan keanekaragaman jenis
organisme dalam satu ekosistem yaitu (Krebs, 1985) :
1. Waktu
Selama
kurun waktu geologis akan terjadi perubahan keadaan lingkungan, yang
mengakibatkan banyak individu yang tidak dapat mempertahankan kehidupannya,
tetapi ada juga kelompok-kelompok individu yang mampu bertahan hidup terus
dalam waktu relatif lama sebagai hasil proses evolusi. Evolusi dapat diartikan
sebagai proses yang menyebabkan terjadinya perubahan sifat populasi spesies
dari waktu ke waktu berikutnya. Semakin lama waktu berlangsung berarti makin
banyak kesempatan bagi spesies organisme untuk beradaptasi dengan sumberdaya
lingkungan setempat bahkan kemudian mengalami spesialisasi dan pemencaran yang
pada akhirnya mempengaruhi perubahan keanekaragaman hayati.
Komunitas
yang lebih tua, dan yang telah lama berkembang akan memiliki lebih banyak jenis
jasad hidup daripada komunitas muda sehingga tingkat keanekaragaman hayatinya
juga akan lebih tinggi. Meskipun demikian, faktor waktu tidak dapat berfungsi
sendiri, tetapi hanya akan berfungsi melalui satu atau lebih faktor lain dalam
mempengaruhi keanekaragaman hayati.
2. Heterogenitas
Ruang
Heterogenitas
ruanag umunya terdapat dalam lingkungan yang rumit. Lingkungan yang heterogen
dan rumit memiliki daya dukung lebih besar tehadap keanekaragaman organisme
yang ada di dalamnya. Heterogenitas tipografik dan mikrohabitat tampaknya lebih
dulu berpengaruh pada banyaknya spesies tumbuhan (vegetasi) yang bisa
berkembang di dalamnya. Diversitas vegetasi ini yang memungkinkan berkembangnya
keanekaragaman herbivore maupun komponen-komponen trofik berikutnya. Di daerah
tropik keanekaragaman spesies tumbuhan lebih tinggi daripada di subtropik,
sehingga mempunyai daya dukung yang besar terhadap keanekaragaman spesies
herbivora dan karnivora serta menyediakan relung yang lebih banyak untuk
didiami organisme.
3. Persaingan
Persaingan
(kompetisi) dalam suatu komunitas dapat dikelompokkan menjadi dua jika dilihat
dari asalnya yakni persaingan yang berasal dari dalam populasi jenis itu sediri
yang disebut intraspesifik dan persaingan yang berasal dari luar
populasi tersebut yang disebut ekstraspesifik. Proses persaingan
merupakan bagian dari ko-evolusi spesies, karena strategi spesies dalam
persaingan merupakan arah seleksi spesies yang menentukan keberhasilan spesies
tersebut dalam mempertahankan suatu tingkat kerapatan populasi tertentu dalam
lingkungan hidupnya.
Di
daerah subtropik seleksi alam lebih banyak ditentukan oleh kondisi lingkungan
fisik yang ekstrim, sedangkan di daerah tropik faktor utama yang mengendalikan
seleksi alam adalah persaingan antar komponen biologik. Tajamnya kompetisi di
daerah tropik telah memaksa spesies-spesies organisme yang hidup di dalamnya
untuk memiliki daya adaptasi yang tinggi.
4. Pemangsaan
Keanekaragaman
jenis dalam suatu komunitas sangat dipengaruhi oleh hubungan fungsional tingkat
tropik atau pemangsaan. Pemangsaan dan persaingan saling menunjang dalam
mempengaruhi kenaekaragaman spesies. Pemangsaan besar pengaruhnya terhadap
keanekaragaman spesies-spesies yang dimangsa sedang fluktuasi keanekaragaman
jenis pemangsa lebih banyak dipengaruhi oleh faktor persaingan. Efesiensi
pemangsaan berpengaruh langsung terhadap keanekaragaman jenis dengan
mempertahankan monopolisasi syarat-syarat lingkungan utama oleh suatu jenis.
Sedangkan efesiensi pemangsaan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
frekuensi makan, selera pemangsa terhadap rasa mangsa, kerapatan mangsa,
kualitas makanan dan adanya inang alternative.
Kondisi
daerah tropik memungkinkan keberadaan hewan pemangsa dan parasit dalam jumlah
yang lebih banyak dibandingkan di subtropik, dan aktivitasnya menekan populasi
inang. Turunnya populasi inang membuat kompetisi antar sesama inang menjadi
lebih longgar. Pada kondisi ini sangat mungkin terjadi pertambahan jenis inang
yang lain, dan kemudian sekaligus menyebabkan bertambahnya jenis pemangsa dan
parasit di dalam ekosistem tersebut.
5. Stabilitas
Lingkungan
Komunitas
sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya (radiasi matahari, curah hujan, suhu,
kelembaban, salinitas, pH) yang secara bersama-sama membentuk ekosistem.
Komunitas di dalam lingkungan fisik yang relatif stabil seperti pada hutan
tropik mempunyai keanekaragaman jenis yang lebih tinggi daripada komunitas yang
dipengaruhi oleh lingkungan fisik yang tidak stabil atau sering mengalami gangguan
musiman secara periodic.
Lingkungan yang stabil lebih menjamin keberhasilan adaptasi suatu organisme dan lebih memungkinkan berlangsungnya evolusi daripada lingkungan yang berubah-ubah (tidak stabil) sehingga evolusi tersebut menyebabkan antara lain menyempitnya relung spesies sehingga suatu habitat dapat ditempati jasad hidup yang lebih beranekaragam.
Lingkungan yang stabil lebih menjamin keberhasilan adaptasi suatu organisme dan lebih memungkinkan berlangsungnya evolusi daripada lingkungan yang berubah-ubah (tidak stabil) sehingga evolusi tersebut menyebabkan antara lain menyempitnya relung spesies sehingga suatu habitat dapat ditempati jasad hidup yang lebih beranekaragam.
6. Produktivitas
Produktivitas
atau arus energi dapat mempengaruhi keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas
karena makin besar produktivitas suatu ekosistem maka semakin tinggi
keanekaragaman jenis suatu organisme, jika keadaan semua faktor lain sama.
Tingkat produktivitas suatu ekosistem dipengaruhi oleh letak lintang geografis
dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Ekosistem di daerah tropik mempunyai
tingkat produktivitas tinggi, dan kian menurun ke arah kutub. Begitu pula
ekosistem di dataran rendah akan mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi
dan semakin menurun ke arah dataran tinggi. Hal ini dikarenakan di daerah
tropik dan dataran rendah mempunyai iklim yang relatif lebih stabil sehingga
hanya relatif sedikit energi yang dialokasikan untuk proses pengaturan
keseimbangan. Sebaliknya cukup banyak energi yang dapat digunakan untuk pertumbuhan
dan reproduksi. Dengan demikian populasi maupun jenis organisme di daerah
tropik bertambah lebih cepat.
Masa
pertumbuhan yang lebih di daerah tropik menghasilkan komponen spesies yang
terbagi dalam ruang dan waktu di ekosistem, sehingga memungkinkan keanekaragaman
jenis yang lebih banyak. Keanekaragaman ekosistem mempunyai arti yang sangat
penting baik sebagai sumberdaya maupun dalam hal pemeliharaan ekosistem.
Keadaan ekosistem yang stabil terjadi jika kepadatan populasi
organisme-organisme selalu cenderung menuju ke arah keseimbangannya
masing-masing setelah ada gangguan (perubahan iklim yang ekstrim maupun
perubahan rekayasa manusia) yang telah mengenai populasi tersebut. Pada
ekosistem yang seimbang tidak ada satu jenis organisme yang menjadi dominan dan
populasinya menonjol dibandingkan dengan populasi organisme yang lain.
Keanekaragaman
hayati dipandang sebagai faktor penentu stabilitas ekosistem. Ekosistem yang
stabil terjadi jika kepadatan populasi dari organisme yang ada selalu cenderung
menuju ke arah keseimbangan masing-masing setelah adanya gangguan. Tingkat
keragaman dicirikan dengan adanya jumlah spesies yang ditemukan dalam suatu
lahan. Komunitas dan keragaman yang tinggi, suatu spesies tidak akan menjadi
dominan dan sebaliknya, komunitas dengan keragaman rendah akan menyebabkan satu
atau dua spesies menjadi dominan. Keragaman dan dominansi berkorelasi negatif,
artinya apabila tingkat keragaman tinggi maka tingkat dominansi suatu jenis
adalah rendah.
Keanekaragaman hayati berkembang dari keanekaragaman tingkat
gen, keanekaragaman tingkat jenis dan keanekaragaman tingkat ekosistem.
Keanekaragaman hayati perlu dilestarikan karena didalamnya terdapat sejumlah
spesies asli sebagai bahan mentah perakitan varietas-varietas unggul. Kelestarian
keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem akan terganggu bila ada
komponen-komponennya yang mengalami gangguan. Gangguan-gangguan terhadap
komponen-komponen ekosistem tersebut dapat menimbulkan perubahan pada tatanan
ekosistemnya. Besar atau kecilnya gangguan terhadap ekosistem dapat merubah
wujud ekosistem secara perlahan-lahan atau secara cepat pula (Irwanto, 2011).
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
III.1.
Alat
Alat-alat yang
digunakan pada percobaan ini adalah meteran, patok, plot ukuran 30 cm x 30 cm
dan alat tulis-menulis.
III.2. Bahan
Bahan yang
digunakan pada percobaan ini adalah areal yang akan diamati, dan tali rafia.
III.3. Cara Kerja
Cara kerja pada
percobaan ini adalah :
A. Pengambilan
Sampling dengan Metode Plot Acak Berganda :
1. Dipilih
areal komunitas yang akan diamati, kemudian setiap kelompok memilih tempat yang
berbeda sebagai titik awal pengamatan.
2. Ditentukan
ukuran plot yang akan digunakan yaitu 30 cm x 30 cm.
3. Kemudian
Plot disebar pada area pengamatan secara acak dan setiap pengambilan satu kali
sampling dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali replikat.
4. Dihitung
semua jumlah individu jenis (khusus tumbuhan) pada petak sampel tersebut.
5. Kemudian,
data yang diperoleh dicatat per petak, untuk selanjutnya dilakukan perhitungan
indeks dominansi (Indeks Simpson), keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas,
dan indeks Shannon-Wiener.
B. Pengambilan
Sampling dengan Metode Plot Sistematis Berganda :
1. Dipilih
areal komunitas yang akan diamati, kemudian setiap kelompok memilih tempat yang
berbeda sebagai titik awal pengamatan.
2. Ditentukan
ukuran plot yang akan digunakan yaitu 30 cm x 30 cm.
3. Kemudian
Plot disebar pada area pengamatan secara sistematis (teratur) dan setiap
pengambilan satu kali sampling dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali replikat.
4. Dihitung
semua jumlah individu jenis (khusus tumbuhan) pada petak sampel tersebut.
5. Kemudian,
data yang diperoleh dicatat per petak, untuk selanjutnya dilakukan perhitungan
indeks dominansi (Indeks Simpson), keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas,
dan indeks Shannon-Wiener.
C. Pengambilan
Sampling dengan Metode Line Transek :
1. Dipilih
areal komunitas yang akan diamati, kemudian setiap kelompok memilih tempat yang
berbeda sebagai titik awal pengamatan.
2. Ditentukan
2 titik sebagai pusat garis transek, tandai titik dengan patok.
3. Dibentangkan
tali sepanjang garis transek yaitu 10 m dan lebar 1 cm.
4. Kemudian,
dihitung semua jumlah individu jenis (khusus tumbuhan) yang berada di dalam
garis yang telah dibuat tadi.
5. Untuk
metode ini dilakukan pengambilan satu kali sampling dengan 1 kali replikat.
6. Kemudian,
data yang diperoleh dicatat per petak, untuk selanjutnya dilakukan perhitungan
indeks dominansi (Indeks Simpson), keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas,
dan indeks Shannon-Wiener.
D. Pengambilan
Sampling dengan Metode Belt Transek :
1. Dipilih
areal komunitas yang akan diamati, kemudian setiap kelompok memilih tempat yang
berbeda sebagai titik awal pengamatan.
2. Dibuat
jalur yang akan diamati, dengan panjang 10 m dan lebar 0,5 m, dan pada transek
ini dibuat petak dengan ukuran 1 m x 0,5 m.
3. Diberi
nomor pada setiap petak yaitu 1-10.
4. Kemudian,
dihitung semua jumlah individu jenis (khusus tumbuhan) yang berada di dalam
setiap petak.
5. Untuk
metode ini dilakukan pengambilan satu kali sampling dengan satu kali replikat.
6. Kemudian,
data yang diperoleh dicatat per petak, untuk selanjutnya dilakukan perhitungan
indeks dominansi (Indeks Simpson), keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas,
dan indeks Shannon-Wiener.
DAFTAR
PUSTAKA
Effendi,
2011. Klasifikasi Keanekaragaman Hayati. http://wordpress.com/. Diakses pada
tanggal 21 April 2012, hari Sabtu, pukul 15.35 WITA, Makassar.
Irwanto,
2011. Keanekaragaman Ekosistem.
http://wordpress.com/. Diakses Diakses pada tanggal 21 April 2012, hari Sabtu,
pukul 15.50 WITA, Makassar.
Krebs, C.J., 1985. Ecology. The
Experimental Analisys of Distribution and Abudance. Third Edition. Harper
& Raws Publishers. New York.
Odum,
Eugene., 1993. Dasar-Dasar Ekologi.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Subardi,
2009. Biologi Jilid I. CV Usaha
Makmur. Jakarta.
Umar, Ruslan., 2012. Penuntun Praktikum Ekologi Umum.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Widayati, Sri., 2009. Biologi 3. Pustaka Insan Madani.
Jakarta.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Tabel Hasil Pengamatan dengan Metode Plot
Acak
No.
|
Nama Spesies
|
Keanekaragaman
|
Keanekaragaman
Relatif
|
1
|
A
|
132
|
87,41 %
|
2
|
B
|
2
|
3,92 %
|
3
|
C
|
11
|
4,76 %
|
4
|
D
|
1
|
0,66 %
|
5
|
E
|
1
|
0,66 %
|
6
|
F
|
1
|
0,66 %
|
7
|
G
|
4
|
2,64 %
|
|
|
151
|
100 %
|
Keterangan
:
A = Rumput A
B = Rumput B
C = Rumput C
D = Rumput D
E = Rumput E
F = Rumput F
G = Rumput G
IV.1.2 Tabel Hasil Pengamatan dengan Metode Plot
Sistematis
No.
|
Nama Spesies
|
Keanekaragaman
|
Keanekaragaman
Relatif
|
1
|
A
|
460
|
88,80 %
|
2
|
B
|
19
|
3,67 %
|
3
|
C
|
15
|
2,89 %
|
4
|
D
|
16
|
3,09 %
|
5
|
E
|
1
|
0,19 %
|
6
|
F
|
7
|
1,35 %
|
|
-
|
518
|
99,99 %
|
Keterangan
:
A = rumput A
B = rumput B
C = rumput C
D = rumput D
E = rumput E
F = rumput F
IV.1.3 Tabel Hasil Pengamatan dengan Metode Line
Transek
No.
|
Nama Spesies
|
Keanekaragaman
|
Keanekaragaman
Relatif
|
1
|
A
|
-
|
-
|
2
|
B
|
1
|
4,76 %
|
3
|
C
|
1
|
4,76 %
|
4
|
D
|
-
|
-
|
5
|
E
|
-
|
-
|
6
|
F
|
2
|
9,52 %
|
7
|
G
|
2
|
9,52 %
|
8
|
H
|
1
|
4,76 %
|
9
|
I
|
14
|
66,67 %
|
10
|
J
|
-
|
-
|
11
|
K
|
-
|
-
|
|
-
|
21
|
99,72 %
|
Keterangan
:
A = Semak A
B = Semak B
C = Semak C
D = Semak D
E = Semak E
F = Semak F
G = Semak G
H = Semak H
I
= Rumput A
J
= Rumput B
K = Pohon A
IV.1.4 Tabel Hasil Pengamatan dengan Metode Belt
Transek
No.
|
Nama Spesies
|
Keanekaragaman
|
Keanekaragaman
Relatif
|
1
|
A
|
6
|
6,12 %
|
2
|
B
|
4
|
4,08 %
|
3
|
C
|
10
|
10,21 %
|
4
|
D
|
1
|
1,021 %
|
5
|
E
|
1
|
1,021 %
|
6
|
F
|
1
|
1,021 %
|
7
|
G
|
-
|
|
8
|
H
|
-
|
|
9
|
I
|
59
|
60,20 %
|
10
|
J
|
15
|
15,31 %
|
11
|
K
|
1
|
1,021 %
|
|
-
|
98
|
100 %
|
Keterangan
:
A = Semak A G
= Semak G
B = Semak B H = Semak H
C = Semak C I = Rumput A
D = Semak D J = Rumput B
E = Semak E K = Pohon A
F = Semak F
IV.2 Analisis Data
IV.2.1
Metode Plot Acak Berganda
A. Dominansi
jenis dalam suatu komunitas (
)
B. Keanekaragaman
jenis dalam suatu komunitas
C. Indeks
Shannon-Wiener (H)
IV.2.2
Metode Plot Sistematis Berganda
A. Dominansi
jenis dalam suatu komunitas (
)
B. Keanekaragaman
jenis dalam suatu komunitas
C. Indeks
Shannon-Wiener (H)
IV.2.3
Metode Line Transek
A. Dominansi
jenis dalam suatu komunitas (
)
B. Keanekaragaman
jenis dalam suatu komunitas
C. Indeks
Shannon-Wiener (H)
IV.2.4
Metode Belt Transek
A. Dominansi
jenis dalam suatu komunitas (
)
B. Keanekaragaman
jenis dalam suatu komunitas
C. Indeks
Shannon-Wiener (H)
IV.2
Pembahasan
Percobaan kali ini mengenai Keanekaragaman Jenis dalam
Komunitas untuk mengetahui bagaimana keanekaragaman jenis dalam komunitas
dengan menggunakan Indeks Simpson dan Indeks Shannon Wiener, serta melatih
keterampilan mahasiswa dalam menggunakan dan menerapkan teknik-teknik sampling
organisme dan rumus-rumus sederhana dalam menghitung keanekaragaman jenis dalam
suatu komunitas. Untuk percobaan ini, pengamatan dititikberatkan pada tumbuhan
denan menggunakan empat metode sampling yaitu metode plot acak berganda, plot
sistematis berganda, metode line transek, dan belt transek.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, yang pertama
dengan menggunakan metode plot acak berganda dominansi jenis dalam suatu
komunitas yang diperoleh adalah 0,77; keanekaragaman jenis dalam suatu
komunitas dengan menggunakan Indeks Simpson adalah 0,23 yang termasuk dalam
kriteria dominansi rendah, dan keanekaragaman jenis menggunakan Indeks Shannon
Wiener adalah 0,233 yang termasuk kedalam genera atau spesies rendah dengan
kestabilan komunitas.
Metode yang kedua, dengan menggunakan metode plot
sistematis berganda dominansi jenis dalam suatu komunitas yang diperoleh adalah
0,79; keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dengan menggunakan Indeks
Simpson adalah 0,21 yang termasuk dalam kriteria dominansi rendah, dan
keanekaragaman jenis menggunakan Indeks Shannon Wiener adalah 0,194 yang
termasuk kedalam genera atau spesies rendah dengan kestabilan komunitas.
Metode
yang ketiga, dengan menggunakan metode line transek dominansi jenis dalam suatu
komunitas yang diperoleh adalah 0,44; keanekaragaman jenis dalam suatu
komunitas dengan menggunakan Indeks Simpson adalah 0,54 yang termasuk dalam
kriteria dominansi sedang, dan keanekaragaman jenis menggunakan Indeks Shannon
Wiener adalah 0,494 yang termasuk kedalam genera atau spesies rendah dengan
kestabilan komunitas.
Metode
terakhir yang digunakan adalah menggunakan metode belt transek dominansi jenis
dalam suatu komunitas yang diperoleh adalah 0,39; keanekaragaman jenis dalam
suatu komunitas dengan menggunakan Indeks Simpson adalah 0,61 yang termasuk
dalam kriteria dominansi sedang, dan keanekaragaman jenis menggunakan Indeks
Shannon Wiener adalah 0,596 yang termasuk kedalam genera atau spesies rendah
dengan kestabilan komunitas.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan dominansi
tumbuhan (organisme) dalam suatu komunitas yang berdampak pada tingkat
keanekaragamannya, diantaranya adanya gangguan biotik ataupun tingkat suksesi
dan kestabilan komunitas tersebut. Suatu komunitas dikatakan mempunyai
keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak
spesies (jenis) dengan kelimpahan
spesies sama dan hampir sama.
Berdasarkan
hasil perhitungan yang diperoleh, nampak bahwa suatu komunitas mempunyai
keanekaragaman yang tinggi, maka akan mempunyai dominansi yang rendah. Artinya,
semakin rendah dominansi maka tingkat keanekaragaman semakin tinggi pada
komunitas tersebut.
BAB V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah :
1. Untuk
menghitung keanekaragaman jeni dalam suatu komunitas dapat digunakan parameter
untuk membandingkan suatu komunitas antara lain menggunakan Indeks Simpson dan
Indeks Shannon Wiener. Keanekaragaman jenis dalam komunitas di area Fakultas
Pertanian berdasarkan indeks Simpson dengan menggunakan metode plot acak adalah
0,23; metode sistematis 0,21; metode line transek 0,54, dan metode belt transek
adalah 0,61. Sedangkan berdasarkan indeks Shannon-Wiener menggunakan metode
plot acak adalah 0,233; metode sistematis 0,194; metode line transek 0,494; dan
dengan metode belt transek 0,596. Sehingga, dapat diketahui bahwa tingkat
keanekaragaman jenis (spesies) di area ini masih tergolong rendah.
2. Untuk
mengetahui keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas digunakan beberapa teknik
sampling yaitu metode plot acak berganda, metode plot sistematis berganda,
metode line transek, dan metode belt transek dengan meakukan perhitungan
menggunakan parameter yaitu indeks Simpson dan indeks Shannon-Wiener.
V.2
Saran
Saran
yang dapat saya berikan adalah, sebaiknya praktikum dilaksanakan lebih tepat
waktu agar dapat mengefisiensikan praktikum berjalan dengan lancar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar